RSS

123Cergam

Data dan informasi terlampir di bawah ini adalah bagian dari kegiatan diskusi pegiat komik, animasi dan permainan (game) di Jakarta, 12 Februari 2014. Sebuah acara perenungan untuk masa depan industri kreatif, khususnya di 3 subsektor tersebut.

Semua data dan informasi dikompilasi untuk bahan pemikiran manusia, pemahaman dan penciptaan karya, yang tangible ataupun intangible. Berpikir deduktif adalah khitah setiap manusia, hanya saja sejauh mana setiap individu mengembangkannya tergantung pada masukan lingkungan dan dapat dikaji lebih lanjut dengan latihan dan konsistensi pemikiran. Penalaran deduktif dikembangkan oleh Aristoteles, Thales, Pythagoras, dan para filsuf Yunani lainnya dari Periode Klasik (600-300 SM).

Sebagai pemikiran induktif atau induksi dianggap sebagai pendekatan ilmiah dari “perihal khas ke umum” lalu menciptakan teori. Sementara berpikir deduktif atau pengurangan mengikuti cara yang berlawanan, di mana menggabungkan teori demi teori, data demi data, untuk kemudian semua dibangun dan diuji/divalidasi dari data lapangan.

Mari berpikir dari data-data global terlebih dahulu baru menukik ke data lokal:

1. Data dari Persatuan Bangsa-bangsa; UNstats ISIC Rev. 4 (International Standard Industrial Classification of All Economic Activities), sektor-sektor industri kreatif didata dan dihitung sebagai faktor pengembangan dan pertumbuhan ekonomi global;

2. Data dari BPS (Badan Pusat Statistik): indikator pembangunan Indonesia, khususnya  Indikator Sosial Budaya Tahun 2003, 2006, 2009, dan 2012, aktivitas ekonomi dari sub-subsektor industri kreatif hanya “Persentase Penduduk Berumur 10 tahun ke Atas yang Mendengar Radio, Menonton TV, dan Membaca Suratkabar” <– eksibisi media, bukan produksi konten;

3. Rencana Pengembangan 14 Subsektor Industri Kreatif 2009‐2015 di Departemen Perdagangan, sebelum “ekonomi kreatif” menjadi bagian Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Rencana Pengembangan Ekonomi: Kreatif Indonesia 2009-2025;

4. LAKIP Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif 2012 (sayangnya, laporan per 2013 belum diunggah) dengan analisis pertumbuhan ekonomi sektor ekonomi kreatif dengan data yang bukan dari BPS.

Kata Pengantar Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif dalam LAKIP 2012 ini adalah: “Pembangunan ekonomi kreatif difokuskan pada beberapa subsektor yang dikelompokkan menjadi 2 kelompok utama: (1) ekonomi kreatif berbasis seni dan budaya, yaitu subsektor industri kreatif yang memiliki substansi dominan adalah seni dan budaya; dan (2) ekonomi kreatif berbasis desain, media, dan iptek, yaitu subsektor industri kreatif yang memiliki substansi dominan adalah desain, media, dan iptek. Selain itu sektor kuliner juga menjadi sektor utama untuk dikembangkan yang saat ini dikembangkan oleh Direktorat Jenderal Pengembangan Destinasi Pariwisata yang dikoordinasikan oleh Direktorat Pengembangan Minat Khusus, Konvensi, Insentif, dan Event.
***
**
*
Mengadaptasi dan kemudian mengimplementasi setiap data (menjadi informasi kemudian menjadi pengetahuan dan terakhir menjadi kebijakan) adalah proses deduksi yang wajib dimiliki setiap manusia kreatif Indonesia hari ini. Tabik!
data-info-knowledge-wisdom
“DEWA”
Written by Kelihan Banjar
Tuesday, 22 August 2006

Sang Hyang Widhi tidak sama dengan Dewa, Bhatara atau Awatara. Dewa adalah perwujudan sinar suci dari Hyang Widhi (Tuhan) yang memberikan kekuatan suci untuk kesempurnaan hidup mahluk. Dewa berasal dari bahasa Sansekerta “div” yang artinya sinar.

Dewa juga ciptaan Tuhan yang berfungsi untuk mengendalikan alam semesta. Dewa-dewa dihubungkan dengan aspek-aspek tertentu dan khusus dari phenomena yang ada di alam semesta ini. Setiap aspek dikuasai oleh satu Dewa tertentu dengan ciri-ciri dan lambang yang khusus. Masing-masing Dewa memiliki sakti yang tidak terpisahkan darinya, seperti halnya suami istri, karena Dewa tidak dapat melakukan tugas sesuai fungsinya apabila tidak dengan saktinya. Sehingga jika Dewa diwujudkan dalam bentuk laki-laki, maka saktinya diwujudkan dalam bentuk wanita, maka dengan perpaduan Dewa (Purusa) dan Sakti (Pradana) tugasnya dapat dilakukan sesuai fungsinya.

Dalam Hinduism, sebagai sinar suci atau manifestasi Tuhan yang menguasai, menjaga alam semesta, Dewa juga dilengkapi dengan senjata, kendaraan dan juga diwujudkan dalam bentuk simbol atau aksara. Misalnya Sang Hyang Widhi dalam manifestasinya sebagai Tri Murti yaitu :

a. Dewa Brahma dengan saktinya Dewi Saraswati, kendaraannya Angsa, senjatanya Danda/Gada dengan aksara suci “Ang”

b. Dewa Wisnu dengan saktinya Dewi Sri (Laksmi), kendaraannya burung Garuda, senjatanya Cakra dengan aksara suci “Ung”

c. Dewa Siwa dengan saktinya Dewi Durga (Uma), kendaraannya Lembu, senjatanya Padma dengan aksara suci “Mang”

Semua perwujudan Dewa dan Saktinya diwujudkan berbeda-beda tergantung dari penggambaran umat Hindu terhadap beliau. Misalnya wujud Dewa dan Saktinya di India dan di Bali sangatlah berbeda, namun fungsinya sama.

Semua sakti-sakti para Dewa itu digambarkan memiliki paras yang cantik, namun Dewi Uma yang cantik apabila dalam tugasnya sebagai Dewi Maut (Durga) memiliki wajah yang sering digambarkan dalam wujud Rangda oleh masyarakat Bali. Dewa Brahma berwujudkan sebagai Maha Rsi yang tua karena usia beliau melebihi alam semesta, dikarenakan Dewa Brahmalah yang bertugas menciptakan segala sesuatu di alam semesta ini, beliau juga diwujudkan dalam bentuk berwajah empat (Catur Muka). Dewa Wisnu berwujudkan sebagai Dewa yang berparas paling elok, beliau juga diwujudkan dalam bentuk berkepala tiga (Tri Sirah). Dewa Siwa berwujudkan seorang Pertapa, karena beliaulah yang menguasai hidup manusia sehingga beliaulah yang akan meleburnya kembali, beliau juga diwujudkan bertangan empat (Catur Buja). Dari perwujudan sesuai gambaran umatnya inilah dibuatkan patung (arca).

Dalam ajaran Hindu, jumlah Dewa adalah banyak sekali sesuai setiap fungsi yang ada dalam alam semesta ini. Diibaratkan Sang Hyang Widhi adalah Matahari, maka Dewa adalah sinar matahari yang jumlahnya tak terhingga. Matahari dikatakan panas, namun sinar nyalah yang menyentuh kita secara langsung. Demikian juga dengan Sang Hyang Widhi, Dewa sebagai sinar sucinya lah yang menghubungkan kita langsung denganNya. Mungkin dalam agama lain disebutkan Dewa itu sebagai Malaikat.

Dalam ajaran Hindu ada sebutan Tri Murti, Panca Dewata/Panca Brahma, Dewata Nawa Sanga, Asta Dewata, Panca Korsika dan lainnya.

Panca Dewata adalah manifestasi Sang Hyang Widhi sebagai penjaga segala penjuru mata angin yaitu :

1. Sadyojata (Iswara) di Timur dengan aksara suci “Sa”

2. Bamadewa (Brahma) di Selatan dengan aksara suci “Ba”

3. Tat Purusa (Maha Dewa) di Barat dengan aksara suci “Ta”

4. Aghora (Wisnu) di Utara dengan aksara suci “A”

5. Isana (Siwa) di Tengah dengan aksara suci “I”

Panca Dewata disebut juga dengan Panca Brahma, sehingga kelima aksara suci “Sa Ba Ta A I” disebut “Panca Brahma Wijaksara”. Disamping itu ada juga lima manifestasi Hyang Widhi lainnya yaitu :

1. Maheswara di Tenggara dengan aksara suci “Na”

2. Rudra/Ludra di Barat Daya dengan aksara suci “Ma”

3. Sangkara di Barat Laut dengan aksara suci “Si”

4. Sambu di Timur Laut dengan aksara suci “Wa”

5. Siwa di Tengah dengan aksara suci “Ya”

Kelima aksara suci “Na Ma Si Wa Ya” disebut dengan Panca Aksara. Namun dalam ajaran agama Budha Mahayana, Panca Dewata (Panca Brahma) disebut dengan “Panca Tatagata” yaitu:

1. Aksobhya di Timur dengan aksara suci “Ah”

2. Ratnasambhawa di Selatan dengan aksara suci “Ung”

3. Amitaba di Barat dengan aksara suci “Trang”

4. Amogasidhi di Utara dengan aksara suci “Hrih”

5. Wairocana di Tengah dengan aksara suci “Ang”

Sehingga kelima aksara “Ah Ung Trang Hrih Ang” disebut dengan Panca Wijaksara Tatagata sedangkan Panca aksara Budha nya “Na Ma Bu Da Ya”.

Apabila dalam Panca Aksara dan Panca Brahma Wijaksara digabungkan menjadi Dasa Aksara “Sa Ba Ta A I Na Ma Si Wa Ya”, jika ditambahkan dengan aksara “Om” maka disebut “Eka Dasa Aksara”.

Dewata Nawa Sanga, yaitu sembilan manifestasi Hyang Widhi sebagai penguasa sembilan penjuru mata angin, yaitu Iswara, Maheswara, Brahma, Rudra, Maha Dewa, Sangkara, Wisnu, Sambu dan Siwa. Dewata Nawa Sanga sering disebut juga dengan “Loka Pala”.

Asta Dewata adalah delapan manifestasi sifat Hyang Widhi sebagai penguasa yaitu :

1. Indra menguasai Hujan

2. Baruna menguasai Lautan

3. Yama menguasai Arwah Manusia

4. Kuwera menguasai Kekayaan Alam

5. Bayu menguasai Angin

6. Agni menguasai Api

7. Surya menguasai Matahari

8. Candra menguasai Bulan

Beberapa sebutan lain manifestasi Sang Hyang Widhi di penjuru mata angin adalah Panca Korsika, yaitu :

1. Sang Hyang Korsika di Timur

2. Sang Hyang Garga di Selatan

3. Sang Hyang Mentri di Barat

4. Sang Hyang Kurusya di Utara

5. Sang Hyang Prutanjala di Tengah

Demikianlah beberapa sebutan manifestasi Hyang Widhi, yang kita kenal sebagai Dewa. Masih banyak lagi sebutan manifestasi Hyang Widhi lainnya, berdasarkan fungsi dan sifat yang dikuasainya.

1. sanggah, berfungsi sebagai tempat suci.
2. gedong, tempat tidur.
3. bale dangin, berfungsi sebagai tempat upacara manusa yadnya, pitra yadnya, kadang2 di pakai juga sebagai tempat tidur bagi orang yang dituakan ato memang paling tua dalam keluarga seperti pekak(kakek), Dadong ( nenek) dan kumpi ( buyut), tapi jaman sekarang sudah jarang dipergunakan sebagai tempat tidur.
4. bale daja, berfungsi sebagai tempat tidur.
5. bale dauh, berfungsi sebagai tempat tidur.
6. jineng ( lumbung) berfungsi menyimpan hasil panen.
7. paon(dapur) jelaslah tempat masak
8. tembok penyengker, berfungsi sebagai pembatas antar rumah.
9. angkul-angkul, befungsi sebagai pintu masuk.

nb, lay out ini berdasarkan pada masyarakat bali selatan bagian timur, dimana sanggahnya berada di pojok timur laut. untuk masyarakat di daerah tabanan, sanggah mengambil acuan gunung batukaru sehingga bertempat di barat laut.

 

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

 
%d blogger menyukai ini: