Libur Martin Luther Jr di sana bisa membuat seluruh dunia memicingkan mata. Kebetulan tadi malam saya bongkar-bongkar DVD lama, dan berakhir dengan menonton “American History X” ( 1998 ) yang dibintangi cemerlang (seperti biasa) oleh Edward Norton. Tidak ada hubungannya dengan resesi yang ditakutkan melanda Amerika Serikat dan berdampak ke seluruh dunia, film ini tentang rasisme dan kebencian yang sulit dipadamkan, bahkan setelah ratusan tahun perbudakan dihilangkan di negeri itu.
Edward Norton
Clinton & Obama (pic: New Line Cinema & Reuters)
Film ini merupakan perenungan yang amat dalam, lebih dari sekadar masalah sejarah Amerika apalagi dramaturgi cerita. Amerika Serikat tetap menyimpan sejuta permasalahan yang tetap bergulir walau seorang “melting-pot gene” Obama kelak naik. Jika Hillary naik, yang didukung 200% oleh suaminya yang telah piawai menstabilkan bahkan menaikkan pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat secara signifikan, tentulah pilihan seorang wanita sebagai presiden bisa lebih dari sekadar kampanye “give the woman a chance”.
Di sini kita pun harus waspada dengan tanda-tanda resesi global yang kian tampak. Konflik tak kunjung selesai di Timur Tengah (surga bagi minyak dunia) membuat banyak orang memutar otak untuk mencari energi alternatif. Walhasil, energi alternatif ini menggeser fungsi produksi pangan. Jika kurva penawaran dan permintaan tergeser, titik ekuilibrium juga turut berubah. Jelas sudah betapa naiknya harga bahan-bahan pokok dalam negeri setahun terakhir adalah pergolakan yang dipengaruhi faktor luar; selain faktor di dalam negeri yaitu: 1) tidak ada penguatan dan peningkatan pasokan dalam negeri dan 2) bencana alam tak kunjung diantisipasi. DPR RI dalam rapat kerja kemarin dengan Menteri Pertanian Pak Anton Apriyantono tentu memiliki alasan kuat dengan meminta cetak biru kedelai.
Mengapa hanya kedelai? Saya punya kumpulan bacaan yang saya download yaitu tulisan tentang strategi dan penanganan kasus dari penjuru dunia untuk segala sektor makanan, peternakan, perikanan, dan pertanian. Mari kita studi banding dan terapkan mana yang terbaik untuk negeri ini. Tak perlu lagi membuat makalah yang habiskan ratusan juta rupiah (buat tim khusus hingga rapat konsinyir di luar kota yang tak kunjung selesai).
Bagaimana Pak Anton? Masalah di Amerika Serikat bisa terus bergulir liar, dan jangan sampai bola liar ini mampir lama di Indonesia. Bagaimana kalau kita percepat saja konsepsi ketahanan pangan (Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2002, klik di sini) dan rapatkan barisan Dewan Ketahanan Pangan (Peraturan Pemerintah Nomor 83 Tahun 2006 dentang Dewan Ketahanan Pangan, klik di sini) dengan segala program dan dana yang bisa digunakan.
Beware, we really need an Emergency Alert System of Food and Agriculture to protect our overall economy system. By all means… please.