Teringat buku Timothy Leary “Chaos & Cyberculture” yang pernah saya miliki, saya melakukan rekoleksi atas beberapa pokok pemikiran Leary yang kontroversial. Di situs yang didedikasi untuknya (www.leary.com) tertulis:
“Think for yourself and question authority”
Maksud “authority” bukan sebagai pemerintahan tapi mungkin otoritas diri. Kendali terhadap diri dan sekitar adalah kebebasan tingkat tertinggi yang bisa dilakukan orang di dunia ini. Pokok konstitusi tertinggi Amerika Serikat (baca: first amendment) adalah “freedom of speech”. Secara lengkap: “Congress shall make no law respecting an establishment of religion, or prohibiting the free exercise thereof; or abridging the freedom of speech, or of the press; or the right of the people peaceably to assemble, and to petition the government for a redress of grievances.”
Bahwa dengan perkembangan media hari ini kendali, setiap orang kian memiliki kebebasan mendapatkan informasi dan hiburan yang diinginkan. Berita di ujung jari, baik dengan remote control ataupun keyboard–mouse.
Pertimbangkan lagi, dahulu ada TVRI dengan “Dunia dalam Berita” yang menjadi acara paling ditunggu, yang kemudian digeser popularitasnya dengan “Seputar Jakarta” (RCTI) lalu “Liputan 6” (SCTV). Berita atau informasi seperti ini dikenal dengan istilah “push information” atau informasi yang “didorong” ke hadapan kita. Hari ini dengan kian banyak pilihan acara dan alternatif pipa distribusi, acara-acara berita favorit seperti ini mulai kedodoran format. Era hari ini adalah orang memilih beritanya sendiri. Metro TV telah memulai dengan near news-on-demand, plesetan dari near video-on-demand. Yakinlah pula bahwa besar sekali persentase pengguna internet dalam negeri yang memiliki SES 25+, AB, pria dan wanita yang klik ke http://www.detik.com atau situs berita dalam negeri setidaknya sehari sekali. Bisa lebih. Kalau informasi ini dikenal dengan istilah “pull information” atau informasi yang kita pilih dan “tarik” sendiri.
Jika bosan dengan berita lokal, masih ada situs berita internasional yang tidak “seberisik” tampilan detik.com juga tidak “selamban” Kompas Cyber Media. Favorit saya hanya http://www.iht.com dan http://www.nytimes.com karena bersih, informatif, dan audio-visual yang cepat dibuka. Sesekali saya memang melirik movies.yahoo.com. Setiap kali menyalakan komputer saya selalu google apapun kata kunci yang sedang mampir di kepala. Information overloaded?
Tidak juga. Beberapa hal penting dari filosofi cyberculture yang dirumuskan Leary adalah: eight-circuit model of consciousness (physical safety, emotional strength, intellectual prowess, sexual/social relations, neuro-somatic, neuro-electric, neuro-genetic, neuro-atomic) yang memicu rasa manusia untuk mengeksplorasi ruang (apakah ruang luar angkasa ataupun ruang saiber [yuckie translation!] atau cyberspace). Singkatnya, delapan lapis kesadaran diri ini membentuk kita sekarang yang telah tersesat tak sengaja saat google sana, google sini.
Timothy Leary sudah tiada. Saya tak menyukai sisi gelap LSD atau marijuana yang digunakannya hingga akhir hayat, bahkan Presiden Nixon memberi cap “the most dangerous man in America” terhadap dirinya; namun saya menghormati tulisan Leary yang inspiratif.
Salah satu tulisan lama saya yang saya temui di arsip orang lain “The vital need to protect privacy on the Internet” terinspirasi dari pemikiran Leary juga. Kesadaran atau ketidaksadaran kita saat berinteraksi di dunia maya ini harus tetap dapat dikendalikan oleh diri kita; dengan salah satu caranya adalah menyimpan informasi diri secara hati-hati. Btw, tulisan di Jakarta Post enam tahun lalu ini bahkan salinannya sudah tak saya miliki (hardcopy ataupun softcopy), karena saya lupa meletakkan file ini di diskette yang mana (that’s right, once there lived a d-i-s-k-e-t-t-e entity as our itsy-bitsy space of storage!).
Oh well, chaos starts at my nearest storage system?