“an economist is an expert who will know tomorrow why the things he predicted yesterday didn’t happen today”
Kacang kedelai!
Kedelai (baca: kedele) menjadi ramai setelah para pengrajin tempe tahu oncom dkk mogok proses kedelai selama lima hari. Setelah itu terjadi dialog antar-pemikir negeri ini; yang memang seharusnya dilakukan kemarin. Memang, hari ini dialog terjadi dalam kerangka “post-ventif” bukan “pre-ventif”: subsidi atau tidak subsidi, impor lagi atau tidak impor lagi. Masalahnya memang sudah mengakar-urat.
Jika hari ini ada beberapa anggota DPR RI mulai bersuara memberikan solusi alternatif, kok seperti orang “telat angkat jemuran” saat hujan badai sudah setengah jalan? “Sakit kedelai” adalah sakit yang virusnya telah termutasi karena pengaruh cuaca luar (produksi untuk fungsi non-pangan dan impor yang juga berkurang) atau karena suasana hati yang tidak baik (produksi dalam negeri tidak pernah membaik kualitas ataupun kuantitasnya). Belum lagi jika memang didera pula dengan sakit kantong kering; sehingga preskripsi yang terbaik tidak serta-merta menjadi obat termujarab.
Saya juga menemui beberapa dialog antar-pemikir di beberapa blog lokal; sungguh bukan pemikiran yang buruk. Justru ada satu hal yang menarik: terlalu panjang lebar. Lebih parah lagi adalah blog ini: “Kok membahas tempe kagak kelar-kelar?”
Saya pernah protes terhadap liputan detikcom saat demo pengrajin tahu tempe diliput seadanya. Hari ini saya masih protes karena dialog-dialog tak mencapai esensi masalah. Atau memang tak ada informasi yang disampaikan ke publik (baca: saya) sehingga dialog antara rakyat dan pengambil keputusan negeri ini tidak jalan? Transparansi adalah masalah lain yang juga mengakar-urat di negeri ini. Cetak biru yang diminta DPR ke Departemen Pertanian (yang tak mau hanya sendirian “disalahkan” dalam masalah kedelai ini) tak pernah lagi saya dengar berita apalagi tulisannya (softcopy ataupun hardcopy).
Saya malah sedikit prihatin dengan “kampanye” Menteri Pertanian di Sarolangun (lihat berita di sini); karena seharusnya yang gesture politik seperti ini sebaiknya dilakukan pemimpin tertinggi negeri ini. Saya berdoa agar Pak Presiden atau Pak Wapres minggu depan juga roadshow ke sawah-sawah untuk memberi semangat kepada rakyatnya, lurahnya, bupatinya, gubernurnya. Dialog seperti ini juga sama penting dengan alokasi anggaran negara atau kebijakan fiskal yang akan diambil. Think in “concerto”!
Menggugat Mualaf
April 15, 2008 at 8:00 am
esensi masalah masih jauh dari penyelesaian. dan dalam waktu cepat menguap begitu saja, tanpa ada jawab..
ompiq
April 15, 2008 at 6:21 pm
Perlu melihat lagi positioning negara ini. Potensi agraris masih ada. Namun terlanjur pemerintah menggenjot sektor industri.
Seharusnya industri agrobisnis mendapatkan dorongan dari pemerintah.
Atau kalo perlu, pakai PELITA lagi deh…hehe..ngga kharom kan pake produk ORBA?
Mila
April 16, 2008 at 1:35 am
Sudah ada Pak (RPJMN dan RPJMP) sayangnya hanya sebagian yang dijalankan di tingkat eksekutif; atas bantuan legislatif? Gak tau juga ya tapi banyak penyimpangan di tingkat eksekusi. Contoh terhangat ya proyek Bintan itu, yakinlah tak seluruh APBD atau FDI yang masuk ke sana 100% untuk bangun infrastruktur. Apalagi kalau pernah membaca rancangan APBN beberapa departemen tempo hari; kalau saya mah paling cuma bisa makan singkong minum teh sambil geleng-geleng. Kenyang…
ompiq
April 16, 2008 at 5:44 am
wah….sudah sampai ganti makanan pokok gitu ya?
Berarti sudah sedemikian parah deh deptannya,he5x
Mila
April 16, 2008 at 6:35 am
:)))) Diversifikasi pangan! Lagipula enak dimakan sama teh hangat (kalau makan nasi ya air putih ‘kan?)