Saya kira hujan akan berhenti jam 10.15 tadi, selokan depan rumah sudah mulai surut. Eh, nge-gas lagi sekarang. Sejak malam, bolak-balik seperti ini. Pelan, nge-gas, pelan nge-gas lagi.
Radio Elshinta dan Suara Metro gencar melaporkan langsung dari lapangan. Chaos! Mobil derek bekerja keras, motor naik jalan tol, genangan air di mana-mana, mobil terjebak. Macet di banyak titik menyebabkan orang yang mau ke kantor, banyak yang balik badan (pulang). Bandar udara Soekarno Hatta ditutup until further notice. Pasar tradisional (my shopping arcade!) pastinya sepi pembeli.
Kerja bakti di RW saya terkoordinasi baik. Dasar selokan tidak menebal. Beruntung pula rumah saya berada di daerah tinggi. Tidak seperti saya, suami saya tahu betul kontur tanah Jakarta atau daerah lain di negeri ini. Suami saya juga yang membangun “sumur” resapan di halaman belakang rumah. Saya atau supir metromini mangkal di tikungan adalah orang-orang yang tak “cerdas ruang”, istilahnya.
Geser sedikit di RW sebelah, masalah lebih kompleks, dan disiplin lingkungan tidak tinggi, hasilnya bisa ditebak. Tinggi air di RW sebelah sudah sedengkul. Jika diprediksi hujan terus turun hingga sore dengan volume “pelan, nge-gas, pelan, nge-gas” saya jadi prihatin akan berakibat cukup buruk. Suami saya mengingatkan, jika depan rumah sudah setumit, seluruh rumah harus diamankan. Mitigasi.