Serius. Ini kejadian benar di arisan ibu-ibu dan eyang-eyang. Asal tahu peserta arisan ini ada yang berusia di atas 70 tahun. Maklum, kompleks rumah saya adalah daerah yang sudah berdiri sejak ibukota di Yogya pindah ke Jakarta.
Saya agak terlambat kemarin datang ke arisan RT1/RW2 (bukan lagu dangdut) karena nyaris lupa. Sesampai di sana, sebagai warga yunior yang baik, saya duduk di pojok ruangan. Ada sedikit pembicaraan soal facial service yang datang ke rumah tapi itu hanya 5% dari porsi pembicaraan. Yang hangat justru membahas Artalyta dan KPK (porsi pembicaran 20%). Yang lebih hangat lagi adalah soal transparansi dana Posyandu di Jakarta sebesar 3,6 juta yang dikutip Rp 200 ribu oleh petugas kelurahan. Alasannya untuk transport (porsi pembicaraan 60%). Sisa waktu yang 5% ya, ngocok nama.
Saya tahu nama saya tak akan keluar cepat (ini sudah diprediksi setiap tahun!) Saat mengocok nama itu, angan saya berlari liar. Ah negeri ini… apa rasanya Rp 6,1 milyar saya tak pernah tahu, tapi rasa Rp 200 ribu untuk seorang Ibu Ipah yang datang setiap hari memasak di rumah saya berarti makan untuk dua minggu. Setiap hari ia berjalan kaki dari kamar kos. Selamanya ia berpindah dari satu kamar ke kamar lain untuk menghindar dari debt collector arisan barang.
Arisan barang? Nah ini bentuk arisan yang mengumpulkan uang sekian rupiah untuk kemudian yang keluar namanya setiap periode akan mendapatkan panci, piring porselen atau barang apapun yang dibeli sang bandar. Padahal kalau langsung membeli, harganya lebih murah 30%.
Ibu Ipah pernah menyebut beberapa bentuk arisan lainnya yang ia ikuti, yang saya sendiri juga suka tidak mudeng menghitungnya. Ada yang diikuti ratusan orang, atau ada yang dibayar tiap minggu Rp 20 ribu per orang. Sekali kocok, Ibu Ipah bisa mendapatkan sejuta lima ratus ribu!
Sesungguhnya arisan di RT saya ini adalah arena untuk kumpul agar kita bisa saling mengenal dan menolong jika ada yang kesusahan. Agar kita dapat saling memberikan informasi lingkungan. Agar kita sepakat untuk mengelola daerah ini untuk kebaikan bersama. Nah, kalau arisan yang dimaksud oleh Ibu Ipah itu adalah arisan besar pasak dari tiang, arisan angan-angan dijepit kesulitan ekonomi. Tunggu sebentar, adakah yang lebih lucu dari arisan a la Artalyta? Sekali kocok bisa milyaran, Bu! Ini namanya bikin hidup lebih urip, bukan?
thea
Maret 11, 2008 at 8:16 am
Seringkali uang arisan yang didapat gak sebanding dengan biaya yg dikeluarkan tuan ruamh untuk menjamu. Namanya juga orang Indonesia, sing penting ngumpule:D
sillystupidlife
Maret 11, 2008 at 8:42 am
Duhh jeung… Arisannya omongannya tingkat tinggi gitu yach… pusing ahhh, makanya saya mah ogah ikut arisan. Dari dulu kalo diajakin temen, gak pernah mau, sekalinya ikutan, sekedar nemenin doang.. eehhh, jualan permata lah… ngomongin orang lahhhh, hayyyahhh…. Usia pengaruh kali ya jeung?
Arisan ala ibu Ipah itu juga banyak beredar dikalangan imud-imud alias ibu muda di daerah saya… Arisan Kompor 6 tungku… arisan kulkas side by side… aduhhh, repot dech. Yang apes… Bandar dah terima duitnya… trus kabur… padahal, temen deket semua…
Gilaaaa…
Sampe sekarang masih kuekueh gak mo ikutan arisan dulu ahhh, ntar kalo udah tua kali yach… biar ada kegiatan (dan kalo sakit ada tetangga deket yang nolongin… hehehe dasar perempuan egois!!!) 🙂
Mila
Maret 11, 2008 at 7:51 pm
Thea: betul, kalau jadi tuan rumah itu memang untuk menyenangkan tamu-tamu. Kasihan kalau cuma dikasih air putih ‘kan? Kalau sudah dibuatkan main course, ‘kan harus ada appetizer dan dessert-nya. Pelengkap penderitanya siapkan plastik untuk para tamu membungkus dan membawa pulang makanan “sisa”.
Sil: Kompor 6 tungku?
*mikir lama dikit, mungkin untuk rumah makan padang 24 jam*
Kulkas dua pintu itu artinya “side-by-side”? Kulkas lebih mahal dari harga sepeda motor Bajaj Shahruk Khan ya?
Iya, arisan permata itu kayak Artalyta ‘kan, bedanya sang bandar yang kasih uang buat Pak Urip? Makin ‘gak mudeng sama pejabat negeri ini ya, cash-and-carry kok sampai milyaran. Kalau sampai kasus Tante Lyta dan Oom Jaksa tidak ada penyelesaiannya, kita kocok yuk? LOL!
Tante Vira
Maret 14, 2008 at 4:04 pm
Hahaha…mangkanya gw suka arisan tapi kalo bisa yang gak pake kumpul2. Untungnya 2 arisan yg gw ikutin gak ngeharusin penerima kocokan *langsung mikir saru nih gua* buat masak2 or jadi host. Di kantor gw yg penting ngumpulin duit terus sapa aja yg dapet ya siap2 belanja buat sendiri. Di arisan TK anak2 gw, ngumpulnya ya di TK aja, terus ngecekin jualan2 ibu2.
Sebenernya mahhh, kenapa juga sih pada repot kalo jadi yg ketempatan arisan yak? Sesuaikan ama total arisan yang didapet aja, terus beli aqua kardus, kue2 beli di Senen, terus panggil tukang bakso / jajanan yg lewat, yg mo beli, bayar sendiri.
Yang gw kagum tuh, topik arisan elo, Mil. Topik DPR! huahaha! Kayaknya kalo pemilu ntar, topik arisannya bakalan lebih seru lagi nih.
sprei anak
Februari 1, 2016 at 11:57 am
arisan bikin nambah keluarga 🙂