RSS

Belajar dari Masa Lalu

31 Mar

Ada satu kata yang kerap saya ucapkan beberapa hari terakhir ini: PRAGMATISME.

Konsistensi pemikiran saya adalah hal paling absurd yang pernah saya tetapkan dalam benak kepala. Saya tak akan menyembuhkan dunia. Saya juga tak akan melihat segalanya serba-buruk. Sebagai seorang soccer mom yang setiap hari harus melihat tawa si Yu Tin di pasar dan senyum Bang Jimmy tukang mie pangsit atau Pak Ndut tukang bakso (nama-nama ini bukan samaran), saya merasa segenggam uang di tangan tak banyak bernilai lagi. Beras memang turun (pulen termurah Rp 3300,- per liter, pera Rp 4000,-) tapi bawang dan cabe keriting meroket tak kunjung akhir. Gesture politik para pemimpin yang terpamer di media massa terasa lamban mendongkrak perbaikan di banyak lini. SBY atau JK tampak seperti false harmony sampai-sampai Panji Koming protes minggu kemarin. “Ayat-ayat Kemiskinan”? Hahaha now that’s what I called funny!

Minggu ini saya harus menentukan sikap. Antara idealisme dan pemikiran taktis. Antara integritas dan tampil beda. Ada hati nurani… sebuah perenungan yang amat sangat tidak nyaman.

Make a difference… that’s all I have in my head. Yes, many many names I could pronounce. But I am not going to reveal tonight.  And yes, I’ve learned from the best.

 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada Maret 31, 2008 inci chaos

 

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

 
%d blogger menyukai ini: