Tertarik membuat saluran lokal, mengapa tidak membuat khusus melalui satelit? Membuat televisi yang free-to-air (FTA atau gratis) bisa, atau memasok ke operator TV berlangganan pun bisa. Yang terakhir ini justru diwajibkan oleh Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. Setiap entitas penyelenggara penyiaran berlangganan (baca: operator TV berlangganan) harus menyalurkan 1 (satu) saluran lokal untuk setiap sepuluh saluran televisi yang ditawarkan ke pelanggan.
Kalau lokal yang dimaksud adalah FTA seperti RCTI atau Trans7, mungkin tak usah pusing. Justru yang saya maksud adalah saluran lokal berlangganan yang diproduksi sendiri . Bisa berupa first run, tayang pertama, ataupun hasil olahan dari koleksi (second run, library) yang telah tayang di TV swasta seperti RCTI dan Trans7.
Sebagai ilustrasi, membuat saluran lokal bagi satu operator itu adalah mempunyai anak perusahaan atau kerjasama dengan perusahaan lain yang khusus memasok isi siaran satu saluran sepenuhnya. Selain alasan hukum seperti yang saya kutip di atas, alasan utamanya adalah agar pundi-pundi uang yang berputar terus dari penjualan koleksi tayangan dengan cerdas. Dengan perpustakaan audio-video digital yang dikelola secara profesional, Raam Punjabi mampu membuat kerjasama dengan Astro agar film atau sinetron produksinya terus menghasilkan uang tanpa henti (baca: reruns never die!).
Saya pernah menghitung kasar bagaimana membuat sebuah saluran televisi berlangganan, khususnya yang disalurkan via satelit. Untuk setahun menjalankan saluran ini, diperlukan sekitar 1750 jam acara untuk diputar total 8800 jam dalam setahun. Artinya, satu tayangan per jam itu diputar kembali (rerun) dengan setidaknya 4 (empat) kali dalam setahun (4 runs 1 year, istilahnya). Biaya operasionalnya dibagi dalam 4 (empat) perihal:
- biaya pembelian program (bukan produksi)
- biaya produksi selingan atau filler atau interstitial
- biaya menjalankan saluran (on-air playout)
- biaya satelit (operasional uplink dan sewa transponder)
Jika diadakan kerjasama, seperti dengan Raam Punjabi, sebuah operator TV berlangganan kemudian harus menghitung (valuation) untuk biaya per jam tayangan yang sesungguhnya sudah balik modal saat penayangan pertama. Contohnya, sinetron “Kehormatan” durasi sejam ini telah dihargai RCTI sekian ratus juta untuk penayangan 2 kali dalam dua tahun, misalnya. Bahkan RCTI bisa melakukan sub-lease ke Global TV atau TPI dengan harga paket ini. Produksi “Kehormatan” telah tuntas dan semua hak dipegang produser, yaitu Raam Punjabi. Adalah sah jika Raam ingin menjual ke TV lain setelah itu tanpa harus membayar lagi royalti ke setiap sutradara atau pemain utamanya. Singkatnya, biaya per jam sinetron ini adalah senilai dengan zero marginal cost of production.
Ada pertimbangan lain untuk melihat total biaya operasional sebuah saluran televisi kabel ini. Di tahun pertama ada biaya tunai yang harus dipersiapkan, antara lain: 30% untuk pembelian program/produksi selingan dan 20% untuk operasional saluran dan sisanya untuk playout. Persentase ini harus dilihat dari total biaya pembelian program. Untuk itu adalah penting di awal ini untuk secara seksama melakukan valuasi per jam tayangan jika tayangan itu adalah produksi lama. Ada perhitungan lain jika ingin membuat tayangan tipe movie-made for TV atau original programming seperti Sex in the City yang tayang perdananya di HBO (tapi kemudian dijual dalam bentuk keping DVD secara bebas).
Inilah nikmatnya berdagang tayangan. Betul begitu, Pak Raam?
Rian
Desember 5, 2008 at 10:23 am
Analisa nya bagus, kalau berkenan saya ingin kenalan untuk tanya2 bisnis pay TV ini. Thanks