Malam ini di TV kita:
- Ada dagelan Tukul dan hipnoterapi untuk artis latah (yang katanya hanya ada di kalangan artis Indonesia) di Trans7,
- Ada juga Indosiar dan RCTI yang menayang kontes nyanyi yang serupa tapi tak sama (another type of latah?),
- Juga tampil di TransTV Rambo yang telah diputar ratusan kali di negeri ini (yang mungkin menjadi sebuah hipnoterapi bagi yang tak punya tontonan lain?),
- sementara Dhani Ahmad & his package tampil di layar SCTV.
Zapping dari semua televisi dengan tatapan kosong karena lelah satu minggu ini, mata saya akhirnya nyangkut di ANTV, sebuah anak perusahaan keluarga Bakrie. Yang sangat menarik di sini adalah pernyataan sang Ibu Ketua APJII, Sylvia Sumarlin, saat diwawancara seputar kedatangan Bill Gates. Terkesan beliau melakukan lip-sync saat pewawancara cantik menanyakan seputar kuliah Bill Gates pagi ini di Hotel Shangri-la.
“Ya, betul.” (saat ditanya manfaat internet bagi perkembangan kedokteran dll.)
“Bill Gates menekankan infrastruktur… bla bla bla.” (membaca dari teks?)
Tak ada yang baru dari kuliah Bill Gates hari ini. Tak ada yang menarik pula dari pembahas kuliah di ANTV malam ini. Yang sesungguhnya terjadi hari ini adalah bahwa seorang kepala negara sebuah negara besar (populasi 270 juta, prediksi Pak Faisal Basri) mengikuti kuliah besar dari pemain monopoli piranti lunak dunia.
Sekilas tampak antusiasme Pak Presiden SBY (menggenggam tangan di depan perut), tapi sesaat kemudian beliau sudah menatap kosong podium tempat Bill Gates berpidato. Tangan Pak Presiden sudah diletakkan di sisi kursi. Sementara itu, deret depan tampak beberapa menteri kabinet negeri ini. Sebuah gesture birokrat yang berlebihan untuk sebuah negara sebesar Indonesia.
Saya jadi teringat saat Pak Presiden menjenguk Pak Soeharto di RSPP tempo hari; sorenya beliau jumpa pers dengan jejeran kabinetnya duduk di samping. Foto jumpa pers ini menjadi berita halaman pertama Kompas Minggu. Sebuah political gesture yang mungkin membuat akhir pekan yang tadinya slow news day menjadi riuh berminggu-minggu kemudian hingga Pak Harto mangkat. Saking riuhnya, bahkan bisnis gosip TV turut menyorot sakit Pak Harto dengan “penampilan artis yang datang ke RSPP”.
Dengan gesture Pak Presiden seperti ini, menyimak soal kedatangan Bill Gates kali ini, saya yakin akan ada berminggu-minggu keriuhan piranti lunak Microsoft yang WAJIB digunakan di seluruh pelosok negeri ini (bayangkan juga akan ada banyak ‘pengadaan’ tak jelas). Setelah birokrat daerah diwajibkan memakai Windows OS, selanjutnya seluruh sekolah di Indonesia menjadi pangsa pasar korporasi global macam Microsoft. Tentu menghapus impian dan konsep mulia Pak Menristek.
Sudah saatnya negeri ini memiliki sikap yang lebih tegas. Pengembangan open source negeri ini bahkan di seluruh dunia adalah hal yang terkait erat dengan konsepsi persaingan usaha. Jika iming-iming dari Bill Gates adalah sebuah piranti lunak/keras yang ‘murah’ atau ‘gratis’ untuk pendidikan, mari kita cermati lebih jauh lagi.
Pertama: Belajarlah dari Uni Eropa. Tak bisa menegakkan hukum persaingan usaha untuk sebuah entitas di negeri lain (non-ekstrajurisdiksional), Uni Eropa menerapkan penalti denda dan ketentuan macam-macam karena usaha Microsoft yang mengikutsertakan piranti lunak miliknya dalam operating system Windows. Salah satu putusan Komisi Eropa adalah Microsoft WAJIB menggandeng piranti lokal jika ingin masuk ke pasar Eropa. Baca putusan Uni Eropa untuk Microsoft di sini. Atau belajar juga sampai ke negeri China. Baca protes rakyat China atas kuliah serupa Bill Gates di Universitas Peking, China tahun lalu, klik sini.
Kedua: Murah adalah mutlak bagi kantong masyarakat yang kian terjepit harga-harga bahan pokok. Jangan pernah mimpi makan empat sehat lima sempurna tiap hari jika BBM naik tak terkendali. Kebutuhan sekunder dan tertier dan selanjutnya adalah hal keseratus dalam benak ibu RT macam saya.
Jika demikian, akan menjadi paradoks jika Pak Presiden mengangguk untuk sebuah paket ‘piranti lunak gratis’ bagi pendidikan (yang di-bundling dengan piranti keras US$200?). Di saat sebuah piranti lunak tertentu menjadi hal wajib di sekolah, tidakkah masyarakat diberikan pilihan lain? Mungkin juga piranti lunak ini dipaketkan dengan komputer bekas (secara negeri ini adalah tong sampah?).
Ketiga: Menjual (atau membuang komputer bekas) atas nama pendidikan di Indonesia menjadi sebuah usaha CSR (corporate social responsibility) yang cerdas kelas global. CSR atas nama pendidikan/education ataupun kepemimpinan/leadership adalah mantera manjur berinisial $$$. Bill & Melinda Gates Foundation adalah ujung pensil yang lebih mumpuni daripada berdagang piranti lunak a la Glodok. Ah, sepertinya anti-pembajakan menjadi tujuan di balik upaya mulia sebuah ‘Foundation’ (baca: kunjungan Bill Gates ke negeri para pembajak?). Pembajakan piranti lunak di Indonesia kian kronis; walau piranti lunak bajakan menjadi salah satu pilihan murah menjadi sepintar Bill Gates? Baca beritanya di situs Jakarta Post hari ini (klik sini untuk berita lengkap):
Gates said he was ready to help Indonesia get high-quality personal computers for a price of less than US$200 per unit, plus free software if Indonesia could make a deal with Intel chairman Craig Barrett, who will meet Yudhoyono in Jakarta next week.
Padahal di Amerika Serikat sendiri Nicholas Negroponte membuat program “ONE LAPTOP PER CHILD” atau OLPC untuk komputer seharga US$100! Tentu saja Intel dan Microsoft meledek kemampuan Negroponte mewujudkan hal ini. Baca di sini untuk artikel Intel, dan di sini untuk Microsoft. Akhirnya memang Negroponte memakai Linux untuk sistem operasi laptop ini. Baca beritanya di sini. Atau baca komentar soal price wars antara OLPC dan Intel-Microsoft di sini.
Keempat: Seorang Presiden sebuah negara besar ternyata bisa ‘disuruh-suruh’ Bill Gates untuk negosiasi dengan petinggi Intel? Tak adakah industri atau asosiasi industri negeri ini yang mampu berhadapan F2F (face to face) dengan Bill Gates atau Craig Barrett? Betul, korporasi global seperti Intel atau Microsoft akan terus memeras kepeng orang miskin macam saya. Saya tak punya pilihan lain. Sesungguhnya, sejujurnya, berapakah nilai komputer 2 juta rupiah (kali ratusan ribu sekolah, kalikan lagi empat puluh meja lab komputer di setiap sekolah) bagi seorang Bill Gates? Heaven! Bandingkan dengan nilai uang belanja saya. Yeah right, it’s a global scam, unfortunately.
***
Saya jadi teringat seorang sahabat virtual bernama Mr_C, yang selalu ketik atau bicara “Microsux” atau “Winsux” dalam setiap kesempatan. Waktu itu (sekitar tahun 1996-1997) saya hanya tertawa tanpa tahu artinya. Hari ini saya bisa nyengir kecut. Telat.