Semua tanggalan merah atau hari apapun yang mengingatkan akan rasa nasionalisme sebuah bangsa, sepertinya tak lepas dari “garapan” orang-orang yang mementingkan diri sendiri ataupun kelompoknya. Walau mengatasnamakan “kemiskinan” atau “kebangkitan”, sepertinya semua itu hanya kepulan asap. Bayangkan saja saat duduk di atas ojek (di belakang bajaj atau metromini yang tak pernah merawat mesin apalagi knalpot), tentu kepulan asap ini menyesakkan dada dan menyakitkan mata. Oh jangan lupa, hari ini di halaman 2 Kompas ada wacana “pejabat naik ojek”. Anything for a juicy media coverage!
Bok, ini wacana bok…
Hari ini saya lelah. Melihat bangkai tikus di tengah jalan tanpa ada orang peduli. Melihat halte busway sudah berwarna abu-abu, dan bus-nya sendiri sudah baret sana-sini. Duduk di lantai paling atas rumah, saya menutup mata membiarkan wajah diterpa angin di sore yang mendung. Sesak.
Banyak sahabat silih berganti mengajak ke bioskop hingga datang ke diskusi serius. Sungguh saya sudah kehilangan rasa nyaman tinggal di Jakarta, tapi saya merasa ada kepuasan tersendiri saat mblusuk-mblusuk mencari buku bekas di Proyek Senen yang sebentar lagi almarhum (yang mungkin akan berganti dengan mal supermegah). Berjalan kaki di sisi Lapangan Banteng sore ini mengingatkan masa sekolah dahulu.
Ah, saya terlalu banyak bermimpi tentang masa lalu. Hari ini, saya bahkan tak berminat datang ke Indonesia Regency Expo di JCC… selamat datang Bapak Ibu dari seluruh kabupaten di Indonesia. Selamat berpameran. Maaf saya tak bisa ke sana, saya hanya lelah terhadang macet.