Mungkin saya naif, mungkin juga membaca dalam bahasa Inggris masih tertatih-tatih. Satu hal pasti yang dapat disimpulkan saat saya membaca putusan FTC Jepang terhadap Microsoft (klik sini untuk beritanya, tentu dalam Bahasa Inggris) adalah perihal exclusive dealings. Tentu saya harus membacanya ekstra-konsentrasi. Ditemani lagu Simply Red lama, Star, saya menikmati membaca putusan FTC ini.
“…[T]he Microsoft clause barred the companies from taking legal action against the software maker even if they found that parts of its Windows product violated their technology patents.”
Nah, siapa bisa membantu saya menerjemahkan kasus ini dalam bahasa sehari-hari yang lebih akrab?
Hmm… kalau saya membacanya singkat: spyware. Ada yang tidak setuju?
Mungkin ada blogwalker yang bersedia membantu menerangkan, sekali lagi, dalam bahasa Indonesia yang fasih.
Inilah waktunya kita sebagai bangsa Indonesia belajar betul bagaimana mengapresiasi hak paten atau hak kekayaan intelektual. Dirjen Paten kita selama ini hanya berkutat di masalah hak paten barang dan jasa kreatif dasar (maksudnya batik, tokoh sinetron, dll.). Ada baiknya sekarang kita belajar lebih lanjut lagi perihal inovasi teknologi, yang membawa dampak berlipat bagi pertumbuhan ekonomi masyarakat. Pertanyaan OOT (out of topic), mengapa KPK belum merambah sistem korupsi di birokrasi. Kalau cuma tertangkap tangan, mudah. Bisakah KPK sampai memutus sistem bobrok dana kickback setiap ada proyek di birokrasi, karena jika tidak bisa tentu akan ada high cost economy kronis bagi negeri ini. Bagaimana mau berinovasi dan berkreasi, jika sedikit-sedikit uangnya untuk Pak Dirjen hingga penerima surat permohonan masuk. Masih ingat ‘kan cerita saya waktu di kantor Pak Dirjen di Tangerang? Klik sini kalau mau baca cerita basi itu.