Aristotle: Virtue lies at the mean between two extremes.
Kant: Technologies often served in the process of drive-control the training of human faculties overcoming immaturity.
Hegel: Norms followed in everyday behavior.
(klik sini untuk bagan dilema etika)
***
“Johntw” seorang pewarta warga (istilah detikcom) melaporkan rumor Steve Jobs terkena serangan jantung, sehingga saham Apple Inc. (AAPL) di bursa turun drastis 10% Jumat lalu (klik sini untuk beritanya).
Sarah Palin dicurigai menggunakan alat pembisik mutakhir saat debat cawapres, seperti dianalisis blogger kritis saat melihat video di CNN (klik sini).
Memberitakan seorang Mayangsari pun menjadi penting untuk melihat manfaatnya bagi kemaslahatan publik. Apakah penting membela first wives’ club ataukah tak ada materi lain yang bisa mencerdaskan ibu-ibu di rumah?
Memberitakan dengan hati nurani adalah pekerjaan tidak mudah, pada akhirnya. Sissela Bok pernah membuat model simplifikasi dengan tiga pertanyaan. Tanyakan ketiga pertanyaan ini pada diri sendiri sebelum membuat sebuah tulisan (yang membohongi diri dan orang banyak atau tidak).
1. Apa yang saya rasakan jika saya menulis tentang perilaku Steve Jobs, Sarah Palin, atau Mayangsari? Jika amarah yang menjadi porsi terbesarnya, tulisan saya tentu bukan menjadi tulisan yang mencerahkan banyak orang. Apa rasanya menyebarkan kebencian atau panik?
2. Adakah cara lain untuk melihat angle perilaku setiap obyek tulisan saya? Adakah sumber terpercaya lain yang bisa dimintakan pendapat dan pandangannya?
3. Apakah tulisan saya ini akan mengganggu atau mencerahkan pembaca tulisan saya?
Dialog-dialog dalam diri saya sebelum menulis terjadi setiap saat saya melihat satu kejadian yang menggelitik. Etika ada dalam proses (means) juga hasil akhir tulisan-tulisan saya (ends). Bahkan John Stuart Mill menekankan bahwa akibat dari sebuah tindakan menjadi satu hal terpenting untuk menentukan apakah saya etis atau tidak.
Saat saya membaca tulisan Oom Bas di Kompas, yang sepertinya pro-Obama, saya tidak tergerak untuk menulis tentang Sarah Palin, walau sama-sama perempuan. Heck, saya tak tahu (dan tak mau tahu) latar belakang dirinya. Selain tergelitik dengan nucular dan new-clear (klik sini) saya juga tergerak menulis saat membaca tulisan tentang (kecurigaan) pemasangan perangkat halus saat debat cawapres yang menaikkan rating Sarah Palin sedikit (walau tetap pasangan Obama-Biden masih di atas 50%). Saya juga tak peduli Steve Jobs, kecuali cara berpakaiannya yang tak berubah dari hari ke hari (turtle neck hitam dan jeans biru). Saya melihat fenomena Mayangsari adalah fenomena CUK (istilah Mas Arswendo) yaitu Cinta, Uang, Kekuasaan, yang selalu menarik diangkat dalam bentuk media apapun (panggung, radio, TV, hingga forum diskusi internet).
Apapun tulisan saya, saya berharap setiap pembaca tulisan saya bisa mendapat pencerahan, mulai sekadar informasi hingga ide yang membuat hal lain yang mencerahkan komunitasnya.
Semoga.