RSS

Caleg Berisik

27 Des

Siang ini saya papasan dengan serombongan mahasiswa berjalan mundur ke kantor KPK. Serius, mereka berjalan mundur sambil membawa bendera kuning dan krans bunga kematian. Mereka mungkin meminta KPK segera menyelesaikan kasus-kasus korupsi kelas kakap eh paus. Perihal pertama: menjerat koruptor kelas berat.

Malamnya, saya melewati pasar malam yang dipadati penjual CD dan DVD (tentu bajakan). Beberapa lapak berderet dengan pengeras suara sember yang disetel full blast alias tombol suara mentok kanan. Setiap lapak berteriak berbeda dengan lapak di sebelahnya. Di tengah kebisingan suara itu, saya heran pembelinya tetap banyak. Sepertinya inilah kondisi kampanye caleg menyambut 2009: berisik tapi tetap ada pembeli. Mungkin saya naif, tapi sama seperti pembeli DVD bajakan, pemilih caleg X atau Y atau Z mungkin tak memiliki pilihan lain yang menarik selain yang tampil di spanduk di pinggir jalan ataupun stiker di belakang bajaj. Tak tahu siapa bagaimana, cuma memang mereka tak punya pilihan lain. Sosialisasi para wakil rakyat dan calon presiden bisa menjembatani information gap ini. Perihal dua.

Pemda tak mau menertibkan spanduk atau baliho caleg bukan karena takut pada partai yang mengusung para caleg ini, mungkin lebih karena alasan “tak ada anggaran” menggaruk semua. Perihal tiga: anggaran kebersihan.

Calon presiden atau wakil rakyat yang akan bertarung di 2009 adalah mereka yang telah jauh-jauh hari berkampanye, baik secara kasar (baca: mencetak digital 100 spanduk dan memasang stiker di sekujur badan mobil pribadi), atau secara halus (baca:  mencetak 1000 buku visi dan misi lalu diluncurkan di Grand Indonesia). Dari materi dalam format apapun yang telah mereka sampaikan, seharusnya ada satu badan khusus merekam jejak seluruh calon ini: perihal nomor empat.

Pencitraan terkadang semu. Demo mahasiswa adalah satu citra yang mulai luntur beberapa tahun terakhir, tak terlalu punya greget. Masyarakat seperti saya melihat demo mahasiswa ini hanya membuat macet jalan. Kalau sepuluh tahun lalu mereka berdemo, saya mungkin akan ikut jalan mundur karena saya waktu itu punya hati nurani. Sekarang? Saya masih punya, tapi ada urusan lebih mendasar lain yang lebih penting: saya butuh bekerja agar dapur rumah saya tetap ngebul. Hanya doa tulus dari saya; dengan syarat jika mereka berdemo pun secara tulus. Sepakat, kita demo KPK agar dapat bekerja tanpa intervensi politik (baca: anggaran).

Saya membayangkan intervensi terhadap KPK datang dari badan eksekutif atau legislatif. Tak terbayang apa jadinya jika yang duduk di kursi empuk nanti adalah caleg kinyis-kinyis yang senyum-senyum di banyak spanduk dan stiker. Saat pertama kali melihat spanduk dengan senyum ‘maksa’ di setiap pojok jalan, saya merasa lebih baik saya mencermati baliho film “Mas Masukin Aja” dan mencoba mencerna arti judul ini setiap lewat di lampu merah Senen. Daripada membeli “buku kampanye”, saya lebih suka menyumbangkan uang saya untuk anggaran kebersihan kota Jakarta. Kasus korupsi tidak diintervensi bukan berarti kebijakan SBY yang baik, tapi sistem telah berjalan sebagaimana harapan rakyat. Bukan veto satu orang.

Banyak hal yang membuat saya de-reformis saat ini.

Sekali lagi, pencitraan adalah semu. Adakah kedekatan sesungguhnya dari para caleg, capres, cawapres, cagub dst. ini dengan rakyatnya? Adakah rekam jejak ketulusan tindakan mereka selama ini?

Seperti lapak DVD bajakan yang baku-banter suara, 2009 akan berisik pula. Sayangnya, semua yang berisik ini malah paling laku dibeli. Oh well…

 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada Desember 27, 2008 inci chaos, election

 

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

 
%d blogger menyukai ini: