Beberapa kegiatan di internet yang merugikan orang lain, bisa ditempatkan dalam kategori sebagai berikut:
- invasive internaut (pencuri bandwidth, hot link)
- cyberspace hacktivism (hacker dan cracker)
- flaming & cyberlibel (pencemaran nama baik)
- cyberexploitation (bisa termasuk menjajakan pekerja seksual anak/remaja)
- cybersquatting (menggunakan nama terkenal untuk membeli domain dan logo lalu dijual ke pemilik nama terkenal ini, individu atau perusahaan)
- cybercrime (money laundering, drug traffiking, credit card fraud)
- cybersex (mulai dari eksploitasi hubungan vulgar, foto digital dan video bugil hingga sexual harassment, pedofilia)
- e-espionage, cyberterorrism & cyberwarfare (isu yang terkait isu geopolitik, antar-negara)
Kasus Prita Mulyasari vs Omni Internasional Alam Sutera Tangerang menjadi sebuah titik perenungan bagi kita semua, bagi rakyat dan pemerintah. Sebuah pasal dalam peraturan perundangan seharusnya dibuat untuk sebuah keteraturan, dengan pertimbangan kemaslahatan semua orang. Ditilik dari hal administratif, sebuah pasal di UU ITE yang menuntut rujukan PP (peraturan pemerintah, aturan lebih lanjut dari sebuah undang-undang) tak boleh digunakan oleh aparat kepolisian dan kejaksaan untuk menggugat saat PP-nya belum keluar.
Kejadian Prita menjadi semacam peringatan bagi semua orang tentang ringkihnya hak rakyat atau hak pasien yang telah dilindungi peraturan perundangan. Ketakutan sebuah korporasi besar seperti RS Omni Internasional akan sebuah surat elektronik pribadi kemudian membuat manajemen di sana kalap: menggugat mantan pasiennya tersebut. Omni juga memamerkan ototnya ke keluarga pasien yang telah meninggal (baca beritanya di sini).
Kepolisian dan kejaksaan telah menjebloskan seorang ibu dengan dasar peraturan yang secara administratif (PP-nya belum keluar). Menilik dari asas dan manfaat UU ITE sendiri, selayaknya aparat menindak pelanggar aturan yang memanfaatkan email itu untuk kepentingan/keuntungan pribadi atau korporasi pesaing atau untuk menjatuhkan Omni secara sistematis.
Pada akhirnya kita semua menyaksikan adegan beberapa babak dengan pemain utama Omni bak raksasa yang ketakutan terhadap semut. Hingga minggu lalu Omni tetap menyatakan tak akan mencabut gugatan kecuali Prita mengaku salah. Apakah UU ITE dibuat untuk melindungi masyarakat dari tindakan kejahatan seperti yang terdapat di atas? Ataukah dibuat untuk melindungi korporasi yang merasa terhina dan ketakutan karena email komplain? Lucu, pengacara Heribertus Hartojo mengangkat formulir aduan sebagai alat mengadu di saat citra Omni Internasional sudah rata dengan tanah.
Ono Gosip
Juni 9, 2009 at 9:28 am
BREAKING NEWS !!!
JAKSA AGUNG MEMERINTAHKAN MEMERIKSA PARA JAKASA YANG MENUNTUT PRITA, YANG MENURUTNYA
TIDAK PROFESIANAL.
TANGGAPAN KEJATI BANTEN ATAS PEMERIKSAAN JAKSA YANG MENUNTUT PRITRA:
“Kita tidak berbicara siapa yang akan kemudian bertanggung jawab terhadap pembuatan …(BAP),yang penting, tapi siapa yang harus bertanggung jawab mereka yang melakukan tindakan pidana (PRITA). Saya berikan apresiasi kepada jaksa tersebut!!”