Saya merasa sedih jika ada buku yang dianggap membahayakan kehidupan bermasyarakat. Sebaliknya, koruptor kakap kabur dan tak diurus serius? Jujur nih, mana sih yang lebih berbahaya?
http://indonesiabuku.com/?p=627
Paradigma sejarah yang dibuat penguasa suatu masa sudah saatnya ditinggalkan. Nukilan sejarah menceritakan bagaimana dan siapa yang melakukan perubahan terhadap jalannya pemerintahan, jalannya hidup berbangsa.
Demikian dikatakan Amelia Day kepada Indonesia Buku menanggapi upaya Kejaksaan Agung yang sedang meng-clearing house-kan beberapa buku yang dianggap “membahayakan” paham kenegaraan dan meresahkan masyarakat.
Menurutnya, sejarah tidak lahir di ruang vakum atau steril, dengan banyaknya kejadian di luar ruang itu yang dapat mempengaruhi, selain juga banyaknya kejadian yang tak bisa diungkap total karena keterbatasan ruang dan waktu dari setiap orang.
Sebagai contoh, seorang Soekarno duduk sendirian (berdua, bertiga?) di kamar menulis sebuah surat penting dan kemudian surat itu hilang, tak ada orang lain yang tahu. Kalaupun ada yang mengaku tahu, harus ditanya lagi, “Mana surat itu?” Dan seterusnya, dan seterusnya… karena telah terjadi informasi asimetri yang harus digali terus dari berbagai sudut.
“Saya hanya penikmat sejarah, dan saya tak bisa memprediksi arah tujuan dari “pemeriksaan” Kejaksaan RI terhadap lima buku (dan mungkin akan banyak buku-buku lain di masa datang). Di satu saat kelak buku-buku ini dilarang beredar, saya akan mencoba profesi baru sebagai penulis. Kira-kira buku saya akan berjudul begini: “Indonesia Memasuki Zaman Prasejarah”,” kata Amelia.
Bagi Amelia, sembari mengutip slogan CNN, “History in The Making”, hari ini siapapun bisa membuat sejarah, memperkaya dan menyempurnakan setiap kejadian penting. Peristiwa dukungan masyarakat terhadap Prita versus arogansi kekuasaan adalah contoh semua orang bisa membuat dan menjaga “sejarah” di titik kebenaran paling tinggi. Arus informasi antara kejadian sesungguhnya dengan “berita yang saya dengar” tak lagi kaku diikat ruang dan waktu.
“Bebaskan setiap orang berkreasi, berpendapat dan menjawab pendapat orang lain… inlah kisah sejarah yang paling bisa dipertanggungjawabkan,” tegas Anggota Komisi Penyiaran Indonesia Periode 2003-2007.