Terhenti di lampu merah Jl. Thamrin, saya papasan dengan bus pegawai Kantor Kementerian Negara Budaya dan Pariwisata. Di belakangnya tertera logo dengan tulisan di bawahnya “Ultimate in Diversity”. Excuse me… ???
Mari kita lihat dua kata tersebut secara seksama (saya kutip dari kamus The American Heritage Dictionary cetakan ketiga):
1. Ultimate
sebagai kata sifat
- being last in a series process, or progression
- fundamental, elemental
- of the greatest possible size or significance, maximum; representing or exhibiting the greatest possible development; utmost, extreme
- being most distant or remote, farthest
- eventual
sebagai kata benda
- the basic or fundamental fact, element, or principle
- the final point, the conclusion
- the greatest extreme, the maximum
2. Diversity
kata benda
- the fact or quality of being diverse
- a point or respect in which things differ
- variety or multiformity
Jika digabung memang keduanya menjadi sangat “Pancasila-is” dengan nada kebhinekaan yang tunggal ika satu tujuan. Cara bertutur “utimate in diversity” biasa kita dengar saat ceramah P4 dahulu, atau bagaimana TVRI pernah memiliki slogan “Persatuan dan Kesatuan” di setiap bumper antar-program.
Saya mencoba mengecek lagi situs-situs Kantor Kementerian Negara Budaya dan Pariwisata atau lembaga yang seharusnya menjadi corong promosi pariwisata negeri ini (atau lebih jauh lagi, corong pelestarian dan pemberdayaan budaya negeri ini). Catatan saya kemudian adalah:
- Situs resmi Kantor Kementerian Negara Budaya dan Pariwisata www.budpar.go.id menjadi sekadar situs berita institusi yang melulu berisi “Ini loh gue, punya anggaran segini, meresmikan ini-itu, dan menginfokan agenda di sana tanpa kelanjutan bagaimana bisa sampai ke sana.”
- Situs dibuat asal jadi, terbukti dari isi satu situs www.my-indonesia.info atau www.indonesia.travel yang seluruh isi situsnya bisa direkap di hanya satu paragraf pendek di Wikipedia. Sekali lagi, tak ada petunjuk apa dan bagaimana menjadi turis asing — bisnis atau rekreasi — di Indonesia.
- Satu hal lagi, jika kita google kata “visit Indonesia” yang tertera di urutan paling atas adalah situs resmi http://www.my-indonesia.info. My? Bayangkan jika “id” adalah kode web Indonesia, dan Malaysia kode web adalah “my” sehingga terbacalah Malaysia Indonesia Info!
Tak mengherankan jika slogan di bus pegawai kantor pemerintah yang satu itu hanya berisi “ini loh gue” bukan berisi ajakan turis untuk kembali lagi ke Indonesia, atau ajakan setiap warga negara untuk semangat mengundang kawan-kawannya di luar negeri sana.
Sekarang saya mau membandingkan slogan “Ultimate in Diversity” itu dengan slogan pariwisata (bukan budaya) dari banyak negara yang sukses menaikkan rating “visit my country” selama beberapa tahun terakhir:
1. Maldives, sebuah negara dengan pantai pasir putih yang indah lengkap dengan pulau karang yang belum terjamah polusi. Statistik international tourist arrival 1990-2000 mencatat paruh pasar di region Asia Selatan adalah 7,5% dan pertumbuhan 8,6%
- Slogan: My Sunny Side of Life;
- Situs: http://www.tourism.gov.mv, http://www.visitmaldives.com, http://www.tourisminmaldives.com
2. India, sebuah negara industri dan kaya budaya yang berkembang pesat secara ekonomi maupun modal sumber daya manusianya. India menempati peringkat tertinggi di Asia Selatan untuk kunjungan wisatawan selama 1990-2000 dengan paruh pasar 50,6% dan pertumbuhan 6,4%.
- Slogan: Incredible India
- Situs: http://www.incredibleindia.org, http://www.tourisminindia.com, http://www.india-tourism.com, http://www.visitindia.com, http://www.mustvisitindia.com, dan masih banyak lagi situs lain yang dikelola partikelir
3. Dan beberapa negara lain yang pertumbuhan di atas 20% dengan pencitraan negara yang penuh warna dan terkesan hangat dinamis, di antaranya:
- Bermuda: Feel the Love
- Dubai: Definitely Dubai
- Egypt: The Gift of the Sun
- Lebanon: Splendid Lebanon
- Spanyol: Espana
- Sri Lanka: Small Miracle, Find Your Miracle
- Turkey: Turkey Welcomes You
- Zimbabwe: A World of Wonders
… dan yang paling penting adalah bagaimana negara tetangga Malaysia dan Singapura memosisikan dirinya
1. Malaysia: Truly Asia
2. Singapura: Uniquely Singapore
Lihatlah ada slogan negara yang “berbicara” dengan sudut pandang diri “Saya” atau “I” yang mengajak turis sebagai “Anda” atau “You”. Ada juga negara yang mengangkat impian berada di tempat penuh cinta atau penuh matahari; sebuah ketertinggalan kesan yang mendalam setelah kembali dari sana. Sedangkan dua negara tetangga kita itu, tentu mengangkat keragaman budaya dan etos; betapa etnis India, China dan Melayu bersatu dengan turis atau pekerja ekspat di sana. Truly Asia, Uniquely Singapore, atau Ultimate in Diversity… dan slogan kita paling tidak indah, tidak merayu siapapun untuk datang.
** menghela nafas panjang **
Agus Suhanto
September 17, 2009 at 4:52 am
halo, senang bertemu Anda melalui blog ini saya Agus Suhanto, posting yg bagus 🙂
lam kenal yaa
pyoubcozjc
November 11, 2009 at 11:31 am
wew … keren …
memerhatikan samapi detail …
salam kenal yach …
dari anak semarang
ibros
Februari 8, 2010 at 3:28 pm
Posting Anda sangat memukau dan bermanfaat untuk dibaca. akan tetapi sayang sekali bila komentar akhir adalah komentar yang dekonstruktif terhadap Citra Pariwisata Indonesia itu sendiri. Bukankah kekurangan kita bisa menjadi kelebihan bila kita meyakininya. Ultimate in Diversity adalah slogan yang indah untuk dikenang yang diselimuti dengan kerendahan hati untuk menerima perbedaan dari semua Ras, etnis. Slogan yang lain juga bagus tetapi toh masih banyak kekurangannya juga. kayak small miracle ato incredible india yang penggunaan maknanya kurang pas menurut saya.
Mila
Februari 8, 2010 at 5:18 pm
Terima kasih Mas… saya hanya melihat dari kacamata “demand” bukan “supply”. Ingin menaikkan permintaan/demand orang datang (dengan penawaran/supply yang sudah demikian indah dan beragamnya)? Dengarkan dulu ‘medley’ lagu antar-provinsi Elfa’s Secoria yang menggubah Lisoi, Tokecang, Angin Mamiri hingga Apuse yang indah dan mengundang orang untuk melihat lebih dekat. Sayang, kita “tempelkan” lagu-lagu patriotisme di slogan pariwisata kita. Tabik!
Martani
November 8, 2012 at 4:49 pm
Dari sudut pandang kacamata anda saya setuju dengan anda. Harusnya slogan pariwisata itu memang menarik orang untuk datang bukan pamer siapa gue tanpa peduli siapa loe…mau datang atau tidak seperti tidak ada kepedulian.. nice posting..mudah2an authority pariwisata kita kedepan memiliki sudut pandang seperti anda..
Mila
Februari 8, 2010 at 5:27 pm
Salam kenal untuk Mas Suhanto dan Mas pyoubcozjc dari Semarang. Wanita… suka yang detail-detail ‘kali ya?
:-)))
zulfikar
Maret 3, 2010 at 1:47 pm
Hhhhmmm kayaknya masih blom belajar dari slogan sebelumnya: Go Indonesia (not Go to Indonesia)…
Tapi yang paling penting bagaimana bisa sampai terpilih logo itu. Apakah disayembarakan? Klo disayembarakan, kapan, ke siapa aja…
Utk website, memang banyak situs web pemerintah tidak informatif bagi user. Seolah hanya sekadar ada website. Tetapi ada juga yang bagus dan informatif seperti web pemprov bali, bangka-belitung, BPS (walau kadang data tidak update), BI, Bappenas