Consumer Electronic Show (CES) di Las Vegas, Amerika Serikat, telah berlangsung dua hari. Sejak 2004 CES merupakan ajang elit bagi produser adu-pamer perangkat digital canggih, terutamanya terkait internet dan komputer. Tahun lalu, komputer genggam versi tablet yang heboh itu, iPad, diperkenalkan Steve Jobs, petinggi Apple Inc. Tahun ini, Motorolla Xoom pun diperkenalkan juga, di antara produk baru seputar fisik atau pun tidak, mulai tablet, televisi dan kamera 3D, apps, dan seterusnya. Diperkirakan tahun ini adalah tahun perang tablet, dan perangkat lain yang mulai berkembang adalah perangkat internet yang ringkas untuk otomotif. Iya, jangan sampai pengemudi sedang menyetir, semua gadget itu kemudian mengganggu kenyamanan pengemudi… bagaimana dong jadinya? Go figure!
Sejam yang lalu, dari berita #CES via Twitter, Microsoft mengumumkan peluncuran AvatarKinect, yang dapat memindai wajah pengguna agar masuk ke dalam program. Daftar “Wow!” ini akan bertambah panjang seiring sejalan daftar “Oh crap! We are in Indonesia…”
That’s right! Percuma kita memiliki perangkat secanggih apapun kalau infrastruktur di negeri ini tidak mendukung. Ibaratnya, mobilnya Hummer tapi rumahnya di gang senggol. Apa pasal? Jelas kok biaya infrastruktur apa pun di negeri ini dikorupsi gila-gilaan. Jalan bolong langsung diaspal, ini impian di siang bolong. High cost juga akhirnya menimpa pihak swasta. Salah satunya setoran ke pejabat kalau mau membangun BTS di daerah, izinnya tidak mahal tapi dipersulit. Ini cuma salah satu kebocoran yang membuat biaya berusaha tak murah di Indonesia.
Akhirnya kalau tidak mau ngomel di Facebook atau Twitter tentang “Telkomsel Flash” yang tidak sesuai iklannya, mungkin kita hanya bisa login saat kita tidur nyenyak.
Selain itu memang infrastruktur telekomunikasi dan komunikasi yang belum merata ke seluruh pelosok Indonesia, wong jalan aspal untuk jalur distribusi makanan dan produk ke dalam dan ke luar satu daerah saja hanya di pusat kota. Geser ke sekian kilometer dari alun-alun kota, banyak yang masih jalan setapak.
Terakhir, alasan utama buruknya jalur komunikasi internet negeri ini karena bottleneck yang tak kunjung diselesaikan. Jalur ke luar dari Indonesia ke gateway terdekat hingga ke Amerika Serikat dan Eropa itu cuma lewat Singapura. Ukurannya pun cuma segede sedotan dibanding information highway dari Singapura ke Hongkong dan hub lain di dunia… dan Singapura bahkan memproklamasikan dirinya iN2015, atau intelligent nation 2015 (wikipedia: Intelligent Nation 2015 is a 10-year masterplan by the Government of Singapore to help Singapore realise the potential of infocomm over the next decade).
Di Indonesia…? Palapa Ring saja “katanya” mau pakai APBN 2011 untuk penyelesaian “sengketa” antar-anggota konsorsium. Another bail out for handicapped commercial entities? Setelah proyek selesai, semua uang pungutan dari infrastruktur ini masuk ke pundi swasta berjuta kali lipat daripada keuntungan yang dinikmati segelintir rakyat. Masih ingat pungutan jalan tol seumur hidup? Sampai hari ini saya tak pernah baca transparansi pemasukan dan pengeluarannya (ya alasannya ini sudah bukan APBN, ini arus uang masuk-keluar punya swasta… blah!).
Belum selesai Palapa Ring pun rakyat sudah rugi, karena APBN itu tidak taktis dialokasikan untuk infrastruktur jangka pendek. Jalan tetap bolong, sekolah tak punya atap selamanya, semua harga kebutuhan pokok naik tak jelas mengapa. Mengurai kompleksitas adalah memberi prioritas. Di lain pihak, alat secanggih apapun tentu masih produk luar negeri (baca: produk impor). Masyarakat hari ini masih dibuai kampanye konsumtivisme tingkat tinggi, tanpa melihat bahwa produk berteknologi tinggi hanya diciptakan oleh manusia berpikiran cerdas dan luas.
Hari gini masih mau ngomongin Gayus terus? Bosan ah… infrastruktur sesekali dong, Pak!