VR-nomics? Why not.
Sebuah konsep bisnis yang mungkin tak akan berbeda jauh saat mesin cetak Gutenberg ditemukan, atau mesin uap, atau mesin-mesin lainnya. Jual barang teknologi ya begitulah… mesin baru lahir, mesin lama tak laku lagi. Samsung keluar akhir tahun bareng HTC. Sony tahun depan.
Yang membedakan adalah me-monetize apa yang dihasilkan mesin cetak, mesin uap dan mesin VR. Sebagai satu saluran (channel) atau pipa (pipe), VR memadukan big data dengan koneksi yang bagus. Tak yakin setiap titik di Indonesia bisa seragam kecepatan koneksi internetnya, bahkan di kota besar seperti Jakarta.
Jika pipa (mesin) itu akan obsolete, tidak demikian halnya dengan isi pipa (content). Film Mickey Mouse pertama saja masih bisa diputar di TV berbayar dan menghasilkan uang. Boneka Mickey Mouse pun masih laku dijual. Sekarang jika semua cerita dan karakter itu bisa diciptakan oleh si empunya kacamata (goggle) VR, dengan setriliun kombinasi cerita dan karakter, siapa melihat siapa? Atau siapa mengikuti siapa? Point to point menjadi lebih nyaman. Tapi saya kebayang seorang selebritas macam Sherina bisa menjual “experience” dirinya dalam satu sesi VR (bentuk game atau berita, apapun genrenya). Follower-leader tetap terbangun jika Sherina berkarya terus.
Itu point to multi-point antara selebritas ke penggemarnya.