Cheesy. Bukan merek keju lokal. Mungkin berangkat dari aroma keju, mungkin juga dari esensi bolong-bolong (tidak solid penuh). Tidak jelas. Yang pasti, arti “cheesy” adalah tidak otentik, atau murah (dalam arti murahan, tidak berkelas).
Classy. Adalah “kelas” atau “kasta” yang membedakannya dengan yang “cheesy” tadi. Mungkin bukan antitesis, tapi bisa diresapi sebagai seruan untuk menunjukkan otentik atau tidaknya seseorang.
Dua malam ini saya menyaksikan sisi keju dari seorang yang dulu saya anggap berkelas. Di usia saya yang tak lagi remaja, mengendalikan emosi di depan publik adalah keharusan. Apalagi jika amarah itu tidak datang dari sebuah khitah kekuasaan (ghoib atau materi).
PS. Forgiven, not forgotten. Maaf ya Kang, buat kamu saya tutup bukumu. Antum kagak sekelas dong sama ana…