RSS
Taut
25 Jul

(((I might not get the quantum help like it used to, but your legacy stays at heart)))

Here goes…

20246357_10211668798890222_1378040151991706377_n

Hari ini saya baru mendapatkan sinyal selular setelah 2 malam terombang-ambil di lautan. Melihat daratan, saya menjerit “Peradaban!”

Peradaban? Membaca lautan adalah pemikiran manusia maju. Bertarung dengan waktu dan gelombang tinggi adalah keberanian ekstra. Dan sayalah yang jauh dari peradaban itu. Heritage-Memory-Identity. Sudah sejak lama “memory” kita dihapus, artefak kita dirampok negeri mata biru, atau buku sejarah kita memulai peradaban Indonesia sejak 1945 oleh penguasa Orba. Sebelum itu Nusantara tak pernah ada dalam buku-buku pelajaran saya waktu SD, SMP, SMA dan kuliah.

Saya baru menyenangi sejarah dunia saat “tanpa sengaja” saya memesan buku di direct mail Book Club, sebuah buku terbitan King Fisher “World History”. Tak ada Indonesia di indeks buku ini kecuali “Srivijaya”. Itupun tersebut hanya satu kata, tanpa penjelesan panjang lebar atau ilustrasi lengkap macam Hittites, Semites, atau bangsa kuno lainnya.

Sungguh “memory” kita dihapus secara terstruktur oleh mereka. Walhasil, identitas kita pun sumir. Siapa bangsa Indonesia itu sesungguhnya?

Begini loh, teknologi kapal phinisi kita itu mengenal tiang “kepala angsa” yang berisi emas dengan konsep “sangkar Faraday” untuk penangkal petirnya. Teknologi membuatnya pun adalah “rangka kapal terakhir dibuat” setelah penutup badan kapal selesai dibuat. Kapal kayu ini dibuat tanpa sambungan paku atau materi modern lainnya. Kapal in pun mampu menyeberang ke Cape of Hope, Afrika Selatan hingga ke Mesir di utaranya Afrika, sejak abad ke-5 sebelum Masehi!

Semua ini tercatat di manuskrip dan prasasti di banyak tempat. Sayangnya, salah satu yang cukup besar di kawasan Asia dan Afrika, Perpustakaan Alexandria, konon dibakar habis oleh tentara Roma pada tahun 47 SM. Itulah cara Roma menjajah Mesir: hapuskan memori (perpustakaannya, buku-bukunya, dan segala rekaman peradabannya) untuk meniadakan identitasnya. Bahwa bangsa yang hilang identitasnya adalah bangsa yang bodoh dan “dibodohi”.

Ya, mahasiswa saya pun hari ini masih gemar mengkonsumsi tayangan Korea dan Jepang. Saya sempat menggemari tayangan Hollywood dan Bollywood dan Chinawood. Identitas saya sebagai bagian bangsa yang ‘pernah’ besar ini memang sempat hilang saat buku-buku sejarah yang disodori ke saya… tak ada kisah besar nenek moyang kita.

Mari kita rajut kembali memori kita tentang sebuah bangsa besar. Kisah itu pernah ada dan harus tetap ada untuk anak cucu kita. Shall we, Leh?

 

 

 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada Juli 25, 2017 inci Poros Maritim, public policy

 

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s

 
%d blogger menyukai ini: